Sate Bandeng, Sajian Eksklusif Sultan yang Kini Jadi Primadona Wisata

PUNGGAWAFOOD, SERANG – Jika berbicara tentang sate, bayangan kita langsung tertuju pada tusukan daging ayam, sapi, atau kambing yang dipanggang dengan bumbu kacang. Namun, di tanah Banten, tepatnya kawasan Serang dan Cilegon, terdapat inovasi kuliner unik yang telah berusia ratusan tahun: sate bandeng. Hidangan istimewa ini menggunakan daging ikan bandeng sebagai bahan utama dengan racikan santan dan rempah tradisional yang menciptakan sensasi rasa autentik khas Banten.

Jejak Sejarah dari Dapur Keraton

Keunikan sate bandeng tidak lepas dari akar sejarahnya yang tumbuh di lingkungan keraton Sultan Maulana Hasanuddin, penguasa pertama Kesultanan Banten periode 1552-1570. Pusat kekuasaan yang berlokasi di Surosowan, Serang, berbatasan langsung dengan Laut Jawa yang kaya akan sumber daya perikanan.

Penelitian arkeologis yang dilakukan Sutikno, Jomulyo, dan Widya Nayati tahun 1981 mengungkap bukti-bukti pertambakan ikan berbentuk menyerupai ikan pari melalui pemotretan udara. Di sekitar area tambak tersebut, ditemukan sisa-sisa fondasi bangunan yang diduga merupakan bekas pemukiman, pasar, dermaga, atau benteng pertahanan.

Solusi Kreatif untuk Masalah Duri

Cerita menarik bermula dari kegemaran Sultan Maulana Hasanuddin terhadap ikan bandeng. Sebagai pemimpin yang gemar menjamu tamu dengan sajian khas daerah, sultan kerap menghidangkan bandeng kepada para pedagang dan utusan kerajaan dari berbagai negara yang singgah di pelabuhan dagang internasional Banten.

Namun, masalah klasik ikan bandeng yaitu duri-duri halus yang mengganggu saat menyantap, membuat para juru masak keraton harus berinovasi. Mereka mengembangkan teknik khusus yang membutuhkan keahlian tinggi: membelah bandeng menjadi dua bagian tanpa merusak kulit, mengeluarkan tulang secara teliti, menghaluskan daging dengan gilingan, menyaring untuk memisahkan duri, mencampur dengan bumbu, lalu memasukkan kembali ke dalam kulit dan membakarnya dengan penjepit bambu.

Tradisi Turun Temurun yang Bertahan

Kompleksitas proses pembuatan membuat tidak semua orang mampu menguasai teknik ini. Para juru masak keraton mewariskan keahlian mereka kepada keturunan, menciptakan tradisi usaha kuliner turun-temurun yang bertahan hingga kini. Hal ini menjelaskan mengapa pedagang sate bandeng di sepanjang Jalan Raya Serang dan Cilegon umumnya memperoleh resep dan teknik dari leluhur mereka.

Inovasi Modern dengan Cita Rasa Klasik

Kini, sate bandeng hadir dalam berbagai variasi penyajian. Selain dipanggang tradisional, ada yang diasapi, dikukus, bahkan digoreng. Varian rasa pun berkembang, dari rasa original hingga pedas, menyesuaikan selera konsumen modern.

Keistimewaan sate bandeng terletak pada porsinya yang besar – satu tusuk dapat dinikmati hingga lima orang. Proses pengolahan yang unik juga menjaga kandungan gizi ikan bandeng tetap optimal. Kombinasi rasa gurih dan tekstur lembut tanpa duri membuat hidangan ini semakin populer sebagai oleh-oleh khas bagi wisatawan yang berkunjung ke Banten.

Warisan kuliner dari dapur istana ini membuktikan bahwa inovasi gastronomi Indonesia telah berkembang sejak berabad-abad silam, menciptakan cita rasa otentik yang tetap relevan di era modern.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *