PUNGGAWAFOOD – Pulau Dewata menyimpan kekayaan kuliner yang tak ternilai, salah satunya adalah ayam betutu yang kini telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Hidangan tradisional ini bukan sekadar santapan biasa, melainkan representasi mendalam dari spiritualitas dan tradisi kuliner yang telah mengakar selama berabad-abad.
Jejak Etimologi dan Sejarah Panjang
Terminologi “betutu” memiliki akar linguistik yang menarik. Menurut sumber Urbanasia, kata ini terbentuk dari gabungan “be” yang merujuk pada daging atau ikan, dan “tunu” yang bermakna proses pembakaran atau pemanggangan. Kombinasi kedua kata ini menciptakan makna harfiah “daging yang dibakar”, sebuah definisi yang tepat menggambarkan esensi teknik memasak hidangan ini.
Penelitian akademis yang dilakukan oleh I Made Purna dan Kadek Dwikayana dalam karya “Betutu Bali: Menuju Kuliner Diplomasi Budaya Indonesia” mengungkapkan bahwa secara historis, ayam betutu memiliki fungsi sakral sebagai persembahan dalam ritual Dewa Yadnya. Hidangan ini dipersembahkan kepada Ida Hyang Widhi Wasa melalui manifestasi Tri Murti – Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa – sebelum kemudian dinikmati bersama sebagai prasadam.
Transformasi dari Ritual Sakral ke Kuliner Populer
Upacara Dewa Yadnya merupakan bagian integral dari konsep Panca Yadnya dalam tradisi Hindu Bali, yaitu lima jenis persembahan suci yang dilaksanakan sepanjang siklus kehidupan manusia. Seiring berjalannya waktu, ayam betutu mengalami ekspansi fungsi dan kini hadir dalam berbagai konteks ritual:
Pitra Yadnya berfungsi sebagai persembahan untuk menghormati arwah leluhur dan membantu perjalanan spiritual mereka menuju kahyangan. **Rsi Yadnya** ditujukan untuk para guru spiritual, pandita, dan tokoh-tokoh suci dalam tradisi Hindu. **Manusa Yadnya** menemani berbagai momen penting dalam kehidupan manusia, dari masa prenatal hingga pernikahan. **Butha Yadnya** berperan dalam menetralisir energi negatif dan menjaga keharmonisan kosmis.
Evolusi kuliner ini tidak berhenti pada ranah spiritual. Ayam betutu kemudian merambah ke lingkaran bangsawan dan menjadi hidangan sosial yang prestisius, menggunakan ayam kampung muda atau bebek sebagai bahan utama – dua jenis unggas yang memiliki signifikansi khusus dalam ekosistem budaya Bali.
Kompleksitas Bumbu dan Teknik Memasak Tradisional
Keunggulan cita rasa ayam betutu terletak pada formulasi bumbu yang kompleks dan berkarakter. **Base genep** atau bumbu lengkap terdiri dari harmoni rempah-rempah pilihan: bawang merah, gula merah, kemiri, bawang putih, kencur, kunyit, daun salam, lengkuas, jahe, laos, cabai rawit, serai, daun jeruk, dan minyak kelapa. Sementara **bumbu wewangenan** menghadirkan dimensi aroma dengan komposisi merica putih dan hitam, ketumbar, menyan, jangu, kulit jeruk purut, bangle, pala, cengkih, dan kemiri.
Karakteristik bumbu ini mencerminkan warisan kuliner Jawa Kuno dengan profil rasa yang mirip jamu tradisional – tajam, aromatik, dan berkhasiat. Proses persiapan melibatkan pelumuran bumbu base genep ke seluruh permukaan ayam utuh, termasuk rongga dalam, sebelum dibungkus rapat dengan daun pisang atau daun pinang untuk mengintensifkan aroma khas.
Teknik memasak tradisional ayam betutu menggunakan metode penanaman dalam tanah dengan api sekam, menciptakan suhu optimal yang memungkinkan lemak ayam melebur sempurna dengan bumbu selama 8-10 jam. Proses panjang ini menghasilkan tekstur daging yang lembut dengan penetrasi rasa yang mendalam. Para ahli sejarah kuliner menduga teknik ini merupakan warisan dari era Majapahit yang dibawa oleh pengungsi Hindu ke Bali saat ekspansi Islam di Jawa.
Revolusi Komersial dan Popularitas Modern
Tahun 1976 menandai titik balik dalam sejarah ayam betutu sebagai kuliner komersial. Ni Wayan Tempeh bersama suaminya I Nyoman Suratna memelopori demokratisasi hidangan elit ini melalui pendirian Warung Ayam Betutu Men Tempeh. Inovasi ini berhasil mentransformasi ayam betutu dari ekslusivitas ritual dan bangsawan menjadi kuliner yang dapat dinikmati masyarakat luas.
Kini, warisan kuliner Majapahit ini telah berkembang menjadi ikon gastronomi Bali yang wajib dicicipi wisatawan, mempertahankan otentisitas resep tradisional sambil beradaptasi dengan selera dan kebutuhan zaman modern. Pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia semakin meneguhkan posisi ayam betutu sebagai aset kuliner nasional yang patut dilestarikan dan dibanggakan.